KABUPATEN SERANG – Sebidang tanah wakaf seluas 640 meter persegi milik almarhum Kaiman di Kampung Nagara, Desa Cijeruk, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, kini menjadi sorotan keluarga besar pewakaf. Pasalnya, di atas tanah tersebut kini telah berdiri empat bangunan permanen yang menimbulkan pertanyaan tentang peruntukan dan kejelasan statusnya.
Tanah tersebut sebelumnya diwakafkan almarhum Kaiman kepada masyarakat Kampung Cijeruk, dengan maksud untuk kepentingan ibadah, yakni pendirian Musholla Baiturrahman. Hal itu dikisahkan oleh salah satu ahli waris kepada awak media pada Rabu (24/07/2025).
Namun, seiring waktu, muncul kesepakatan rislah (penggantian tanah wakaf) antara pihak bernama Dulkanan dan Siman Said senilai Rp128 juta yang dilakukan pada Sabtu, 22 Maret 2025. Dalam perjanjian tersebut, Dulkanan kemudian mengganti tanah wakaf itu dengan sebidang tanah seluas 1.280 meter persegi yang diklaim masih berada di wilayah Kampung Nagara.
Pihak keluarga almarhum mengaku tidak mengetahui secara pasti proses tersebut, termasuk lokasi pengganti tanah wakaf yang hingga kini belum diberi kejelasan. “Kami hanya ingin tahu ke mana sebenarnya tanah itu sekarang dan digunakan untuk apa. Ini soal amanah keluarga,” ujar Arpali, salah satu ahli waris.
Pihak keluarga juga menyatakan kesiapannya untuk bermediasi terkait tanah tersebut. Mereka menegaskan tidak berniat mengganggu, hanya ingin kepastian dan keterbukaan agar tidak ada penyelewengan amanah wakaf dari almarhum Kaiman.
Ketika dikonfirmasi, Dulkanan yang diketahui sebagai ASN di lingkungan Satpol PP Kecamatan Kibin membenarkan adanya rislah tersebut. Ia menyebut tanah tidak diperjualbelikan, namun diganti dengan lahan lain. “Itu bukan jual beli, tapi rislah. Tanahnya sudah diganti dengan yang lain,” ujarnya.
Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai lokasi tanah pengganti, Dulkanan enggan menyebutkan titik pastinya, yang kemudian memicu kecurigaan lebih jauh dari pihak keluarga dan masyarakat.
Tim awak media kemudian mencoba menelusuri lebih lanjut dan menemui H. Gojali, tokoh masyarakat setempat yang memahami proses wakaf. Ia membenarkan bahwa rislah memang diperbolehkan, namun harus melalui prosedur resmi dan izin dari Kementerian Agama serta Badan Wakaf Indonesia (BWI).
“Saya mendengar memang tanah wakaf almarhum Kaiman telah beralih fungsi. Bahkan sekarang sudah ada empat bangunan permanen di atasnya. Seharusnya ada musyawarah dulu dengan ahli waris, dan pengurusannya harus sesuai prosedur,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa jika rislah dilakukan tanpa izin resmi dari pihak berwenang, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. “Jika tidak ada izin dari Kementerian Agama, itu bisa dikenakan sanksi pidana, yakni 3 tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta,” tegasnya.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan seputar pengelolaan tanah wakaf yang tidak transparan dan rawan disalahgunakan. Pihak keluarga berharap ada kejelasan dan tanggapan resmi dari pihak terkait, termasuk aparat desa, kecamatan, hingga Kementerian Agama agar amanah almarhum Kaiman tidak di salahgunakan.
(Yanto)